Jember, Barometerpos.com Tren konsumsi kopi, dalam satu dekade terakhir, meningkat rata-rata naik 8 -10% pertahun.Dimana secara nasional perkapita atau perorangan itu mengonsumsi 1,3 kilogram kopi pertahun.
Peluang ekonomi kerakyatan warga Jember guna meningkatkan kesejahteraan” Kata Kepala Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Dr Agung Wahyu Susilo, SP. MP saat webinar “Pemulihan Ekonomi Masyarakat melalui Hilirisasi Kopi dan Kakao” Kamis (15/07/2021).
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) bertajuk “Pemulihan Ekonomi Masyarakat melalui Hilirisasi Kopi dan Kakao ini dibuka Bupati Jember Ir. H. Hendy Siswanto secara daring dari Pendopo Wahyawibawagraha.
Kopi dan kakao merupakan komoditas berbasis kerakyatan, sehingga diharapkan melalui webinar ini dapat memberikan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat Jember. Apalagi Kabupaten Jember termasuk daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia.
Dengan topografinya yang beragam mulai dataran rendah hingga dataran tinggi, sehingga memiliki potensi untuk ditanami bermacam jenis tanaman pangan dan holtikultura maupun perkebunan, termasuk di antaranya kopi dan kakao, sebagai Negara penghasil kopi terbesar ketiga dunia, setelah Brazil dan Vietnam, Indonesia mampu memproduksi sedikitnya 768 ribu ton atau 6,6 persen tahun 2012. Untuk kopi robusta mencapai lebih dari 601 ribu ton dan produksi kopi arabika mencapai lebih dari 147 ribu ton,” jelasnya.
Data tahun 2020, Jember memiliki luas areal tanaman kopi 4.658 ha dengan produksi 2.369 ton dan produkstivitas hinngga 11.859 kg/ hektar. “Permasalahan dalam perkembangan ekonomi kopi di Jember yaitu masih rendahnya pengetahuan petani dalam budidaya kopi yang baik,
Bukan hanya itu, lanjut Bupati Hendy, proses panen dan pasca panen juga belum mengacu pada good manufacturing practice, sehingga belum bisa memberikan jaminan kualitas dan kuantitas yang berkelanjutan,” sambungnya.
Tingginya permintaan kopi untuk kafe-kafe diharapkan berbanding lurus dengan permintaan biji kopi kepada petani lokal, untuk itu Bupati Hendy mendorong para pemilik kafe dengan petani lokal untuk bersinergi, Petani juga diminta tidak lagi menjual langsung biji kopi.
Namun harus memiliki nilai tambah berupa produk kemasan dengan harga lebih tinggi. “Ini jadi pekerjaan rumah bagi kami, tentunya dibantu Puslitkoka untuk peningkatan kemampuan para petani dalam mengolah atau menambah nilai kopi petani lokal.(cub)